Tampilkan postingan dengan label ternak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ternak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 September 2009

Antibiotika pada Ternak Picu Kekebalan Bakteri

Para peneliti maupun praktisi kedokteran dewasa ini mencemaskan semakin banyaknya bakteri yang kebal antibiotika. Penyebabnya, selain penggunaan yang tidak rasional, juga penggunaan antibiotika di sektor peternakan.

Para ilmuwan memperingatkan, sejak beberapa tahun terakhir ini semakin banyak bakteri yang kebal terhadap satu atau beberapa jenis antibiotika. Sementara yang juga mencemaskan adalah kenyataan sedikitnya riset dan pengembangan jenis antibiotika baru. Dengan tegas para ilmuwan mengatakan, harus segera diambil langkah cukup serius, untuk menjamin agar beberapa jenis antibiotika yang masih ampuh tetap efektif untuk jangka panjang.

Sejauh ini, di Amerika Serikat, kasus kekebalan bakteri lazimnya terjadi di rumah-sakit. Hal itu muncul karena persilangan antar bakteri yang sudah multi resisten terhadap antibiotika. Setiap tahunnya di AS saja sedikitnya tercatat 94 ribu kasus infeksi bakteri Staphylococcus yang kebal terhadap hampir semua antibiotika yang disebut MRSA yang ditularkan di rumah sakit. 18 ribu pasien meninggal akibat terinfeksi MRSA ini.


Konsumsi Daging

Namun di akhir tahun 90-an muncul kasus baru, yakni infeksi bakteri yang kebal antibiotika pada sejumlah remaja dan atlit yang tidak memiliki riwayat pernah dirawat di rumah sakit. Artinya, kemungkinan kasus infeksi nosokomial pada mereka sama sekali dapat dihapuskan. Diduga, Para remaja dan atlit itu tertular bakteri kebal antibitotika akibat mengkonsumsi daging dari peternakan yang mempraktekan pemberian antibiotika pada hewan ternaknya. Karena itu, para ilmuwan juga mendesak agar praktek pemberian antibiotika pada hewan ternak segera dihentikan. Juga Organisasi Kesehatan Dunia WHO sudah merekomendasikan dihentikannya praktek di peternakan yang berdampak merugikan kesehatan manusia ini.


Memacu Pertumbuhan Ternak
Para peternak biasanya memberikan antibiotika pada hewan peliharaannya, dengan tujuan agar hewan ternaknya, seperti sapi, babi, kalkun atau ayam tidak mudah diserang penyakit dan tumbuh lebih cepat serta lebih gemuk. Dr. Donald Morris pimpinan bagian Ancaman Bahaya Penyakit Baru di Universitas Florida menjelaskan mengapa pemberian antibiotika pada hewan ternak harus dihentikan.“Hal ini memicu peningkatan kekebalan, karena kita menggunakan dosis rendah tertracyclin atau antibiotika lainnya. Sekali lagi, hal ini merupakan pengobatan yang tidak optimal, yang berarti tidak cukup mengobati binatangnya. Yang dilakukan adalah sedikit mendorong tingkat pertumbuhan. Tapi hal itu juga menciptakan situasi yang secara evolusi merangsang peningkatan kekebalan secara cepat dari antibiotika yang kita gunakan.“

Bakteri-bakteri yang tidak mati oleh antibiotika bersangkutan, akan mulai mengembangkan kekebalannya. Juga trilyunan bakteri lainnya yang melakukan kontak dengan bakteri yang kebal antibiotika itu, mengambil alih kekebalan dengan cara melakukan pertukaran kode genetiknya. “Salah satu fakta yang kami temukan dalam dekade terakhir ini, adalah pertukaran DNA secara luar biasa diantara spesies bakteri. Itu terjadi sepanjang waktu. Persilangannya tidak pilih-pilih lagi,“ Dr. Morris membeberkan.

Bakteri Multi Resistan
Bakteri dapat melakukan reproduksi dalam waktu amat cepat, rata-rata 10 menit sekali. Dengan begitu perkembangan evolusi bakteri dalam setahun, setara dengan perkembangan evolusi semua primata di dunia. Demikian perhitungan sebuah institut kedokteran di AS. Penelitian juga menunjukan, di peternakan ayam yang memanfaatkan antibiotika tetracyclin sebagai campuran pakan, juga ditemukan adanya bakteri yang kebal antibiotika tersebut. Sekarang, untuk pertama kalinya para peneliti kedokteran AS menemukan bakteri Staphylococcus yang kebal terhadap hampir semua antibiotika - MRSA di beberapa peternakan babi. Bahkan di sebuah peternakan, sekitar 70 persen babi dan 70 persen pekerja di peternakan babi ini positif mengidap MRSA.

Dr. Tara Smith yang bekerja dalam proyek penelitian di peternakan babi yang positif mengidap MRSA mengatakan, “Kami tidak tahu apa yang terjadi di sana, karena belum ada kasus nyata. Ini merupakan bakteri yang belum aktif di dalam tubuh babi, jadi tidak menimbulkan penyakit. Tapi bakteri itu dapat menjadi masalah bagi manusia yang terpapar. Kami belum memiliki acuan untuk perbandingan kasusnya. Kemungkinan bakterinya sudah muncul 20 atau 30 tahun lalu, hanya saja kami belum menemukannya.“


Sudah Mennyebar di Pasaran
Dr. Tara Smith juga mengungkapkan, bakteri yang kebal antibiotika ditemukan pada produk daging yang amat beragam. Di Belanda misalnya, bakteri yang kebal bermacam antibiotika ditemukan pada sekitar 12 persen daging yang dijual di pasaran. Jumlah sampel penelitian amat besar, meliputi sekitar 2200 produk daging. Sekitar 34 persen produk daging kalkun dan 16 persen produk daging ayam mengandung bakteri yang kebal antibiotika tersebut. Sementara penelitian di negara bagian Luoisana di AS menunjukkan, enam persen dari 120 produk daging sapi dan daging babi, positif mengandung bakteri yang kebal beberapa jenis antibiotika.



Larangan Penggunaan Antibiotika

Pertanyaannya, apakah produk daging olahan merupakan sumber penyebaran bakteri yang kebal antibiotika? Untuk menjawabnya Universitas Florida melakukan penelitian pemanfaatan antibiotika lainnya, Vancomycin. Dr. Donald Morris mengatakan, di AS antibiotika Vancomycin hanya diizinkan untuk mengobati manusia, dan dilarang untuk dijadikan campuran pakan ternak. Sementara di Eropa, Vancomycin diizinkan dicampurkan pada pakan ternak.

Penelitian di Denmark, dengan melarang penggunaan beberapa jenis antibiotika sebagai campuran pakan ternak, menunjukkan hasil signifikan. Dalam arti, terlihat penurunan kasus kekebalan bakteri terhadap antibiotika bersangkutan. Namun Dr.Stuart Levy. Direktur pusat genetika adaptif dan resistensi obat di Universitas Tuft di Boston menjelaskan, jika bakteri sudah mengembangkan kekebalan terhadap antibiotika, diperlukan upaya dan waktu cukup lama untuk menurunkan kembali tingkat kekebalannya di dalam populasi manusia.

Mengantisipasi ancaman meningkatnya kekebalan bakteri pada hampir seluruh antibiotika yang ada di pasaran, WHO sudah merekomendasikan penghentian pemberian antibiotika sebagai pakan ternak. Juga Uni Eropa sudah melarang penggunaan antibiotika sebagai pendorong pertumbuhan hewan ternak. Namun masih banyak yang meragukan ancaman bahaya ini, dan menolak mengikuti rekomendasi maupun larangan.

Sumber: Radio Jerman

Selasa, 17 Februari 2009

Jaminan Keamanan dan Kehalalan Daging

Akhir–akhir ini banyak pemberitaan di media massa mengenai berbagai penyimpangan dalam penyediaan dan peredaran daging seperti daging gelonggongan, daging ayam berformalin, daging ayam mati kemarin (tiren), daging sapi yang dicampur dengan daging celeng dan daging sampah. Hal ini membuat masyarakat atau konsumen menjadi resah terhadap aspek keamanan dan kehalalan daging tersebut. Sementara Direktorat Jenderal Peternakan telah menetapkan kebijakan penyediaan pangan asal hewan yang "Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH)", dengan tujuan melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat serta menjamin ketentraman bathin masyarakat. Adapun yang dimaksud Daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) adalah:
Aman: daging tidak mengandung bahaya biologi, kimiawi dan fisik yang dapat menyebabkan penyakit serta mengganggu kesehatan manusia.
Sehat: daging memiliki zat-zat yang dibutuhkan dan berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh manusia.
Utuh: daging tidak di eampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain.
Halal: hewan maupun dagingnya disembelih dan ditangani sesuai syariat agama Islam.

Tahapan upaya penerapan jaminan keamanan dan kehalalan daging
A. Rumah Pemotongan Hewan/Unggas (RPH/RPU) dilaksanakan dengan:
  • Pemeriksaan kesehatan ternak/unggas yang akan dipotong meliputi pemeriksaan dokumen Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan pemeriksaan klinis hewan sebelum dipotong (ante mortem).
  • Penyembelihan Hewan/unggas harus dilakukan seeara halal menurut syariat agama Islam, dengan memutus/memotong 3 (tiga) saluran, yaitu (a) saluran nafas (trakea/hulqum) (b) saluran makanan (esofagus/mari'i) (c) pembuluh darah (wadajain) dan membaca basmallah ketika menyembelih.
  • Pemeriksaan kembali ternak/unggas di RPH/RPU apabila menerapkan metode pemingsanan (stunning) sebelum penyembelihan.
  • Pemeriksaan kesehatan karkas dan daging hewan/unggas setelah dipotong (post mortem) oleh petugas yang berwenang baik Dokter hewan maupun paramedik dibawah supervisi dokter hewan di RPH/RPU.
  • Pembersihan dan desinfeksi secara teratur bangunan dan peralatan di RPH/RPU yang secara langsung kontak dengan hewan/unggas maupun produknya.
  • Pemeriksaan kesehatan pekerja di RPH/RPU seeara teratur terutama yang berhubungan langsung dengan hewan/unggas maupun produknya.
  • Penerapan jaminan keamanan dan kehalalan ditandai dengan Sertifikasi dan labelisasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dan kehalalan.

B. Tempat Penjajaan (Kios Daging) dilaksanakan dengan:
  • Pemeriksaan Surat Kesehatan daging/Cap dari RPH/RPU asal daging oleh petugas teknis.
  • Pembersihan peralatan (pisau, telenan, apron) dan sarana penjajaan dilakukan dengan menggunakan sanitizer untuk pangan (food grade) secara rutin sebelum dan sesudah digunakan.
  • Pemisahan lokasi antara penjajaan daging halal (sapi, kambing, domba, unggas) dan daging non-halal (babi).
  • Mencegah kebiasaan memegang atau menyentuh rambut, anggota tubuh yang lain, muka, bersin dan batuk (yang ditutup tangan) di depan daging.
  • Pengendalian insekta (Ialat, semut, kecoa) dan rodensia (tikus) pada tempat penjajaan
  • Membuang kotoran atau sisa-sisa daging ke dalam tempat sampah yang berpenutup.

C. Penerapan Penanganan Daging yang Hiegenis di Rumah tangga.
  • Daging yang telah dibeli sebaiknya segera diolah/dimasak atau disimpan dalam lemari pendingin (kulkas/refrigerator) atau freezer. Jika daging hendak diolah atau dimasak kemudian (Iebih dari 4 jam) dianjurkan daging disimpan pada suhu dingin (di bawah 4°C).
  • Jika daging hendak dibekukan, sebaiknya daging dipotong-potong terlebih dahulu sesuai kebutuhan, lalu dimasukan ke dalam kemasan atau wadah tertutup yang bersih dan diberi catatan tanggal pembelian daging sebelum dimasukan ke dalam freezer (di bawah -l8°C).
  • Cucilah tangan sebelum dan setelah menangani, mempersiapkan dan mengolah atau memasak daging dan gunakan pakaian yang bersih (pakaian, apron).
  • Tutuplah luka pada tangan dengan plester kedap air.
  • Hindari bersin dan batuk di depan daging.
  • Usahakan ruang atau tempat mengolah atau memasak daging (dapur) bebas dari insekta' (Ialat, kecoa, dan semut) dan rodensia (tikus).
  • Gunakan peralatan yang bersih untuk menyimpan, mempersiapkan, mengolah dan memasak makanan.
  • Cucilah alat (pisau, talenan, wadah) dengan baik setelah digunakan.
D. Empat langkah penting yang perlu dilakukan oleh konsumen
Pemisahan daging
  • Pisahkan kemasan wadah daging mentah dengan daging yang telah dimasak, makanan lain yan telah dimasak.
  • Penyimpanan daging dan jeroan harus dilakukan secara terpisah.
Pendinginan dapat memperpanjang masa simpan daging
  • Simpanlah daging pada suhu di bawah 4oC
  • Jangan biarkan daging pada suhu ruangan lebih dari 4 jam karena daging cepat membusuk.
  • Dengan pendinginan masa penyimpanan daging dapat diperpanjang, seperti terlampir pada table berikut:

Pemanasan Daging
  • Pemanasan dilakukan dengan sempurna, minimum suhunya telah mencapai 75°C selama minimum 2 menit.
Hindarkan daging dari potensi pencemaraan
  • Untuk ibu rumah tangga atau penjual daging yang akan memotong daging, agar menjaga kebersihan tangan melalui:
  1. Basahi tangan dengan air bersih
  2. Berilah sabun pada telapak tangan
  3. Ratakan dan gosokan dengan sabun pada tangan dan selasela jari.
  4. Bilaslah tangan dengan air bersih.

Peralatan yang digunakan harus selalu dijaga kebersihannya. Jangan gunakan peralatan yang kotor atau pernah digunakan untuk menangani daging yang mentah dan atau peralatan bekas bahan kimia.

Sumber:
Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Direktorat Jenderal Peternakan
Departemen Pertanian