Tampilkan postingan dengan label Science. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Science. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 November 2009

Dunia Tanpa GPS?

Dunia tanpa GPS? Ketika mendengar berita bahwa satelit-satelit GPS hampir runtuh, maka kita bertanya-tanya bagaimana jadinya kalau GPS hilang. Bagi generasi tua yang pernah hidup tanpa alat penunjuk jalan itu, seharusnya tidak menjadi masalah. Tapi tidak terbayangkan untuk hidup tanpa GPS.

Beberapa penemuan, sekalipun awalnya hanya dikembangkan untuk tujuan-tujuan militer, ternyata menjadi gagasan cemerlang. Setelah diperkenalkan di pasar langsung mendapat sambutan antusias.

Internet adalah salah satu contohnya, termasuk sebuah penemuan baru. Tapi siapa di dunia moderen ini yang bisa membayangkan hidup tanpanya?

Sama halnya dengan penemuan Amerika Global Positioning System atau disingkat GPS. Sistem yang menggunakan 30 buah satelit yang mengitari bumi ini dilansir baru tahun 1995. Tapi sekarang sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari.

Bahkan kita sudah tidak bisa menghindar darinya. Publik menggunakan pada alat navigasi atau penunjuk jalan di mobil dan juga di HP. Tapi ternyata penerapannya jauh lebih luas lagi.

Keamanan
Sangat berguna dan aman bagi penerbangan. Setiap saat, pilot bisa tahu posisi pesawatnya; ketinggiannya, kecepatannya, sudut penukikan atau kenaikan. Tidak diragukan lagi, sangat berguna bagi dunia penerbangan.

Di zaman lalu-lintas penerbangan yang sangat ramai, maka pengaturannya hanya bisa dilakukan dengan bantuan GPS.

Lebih dari itu, GPS juga memiliki peran dalam penelitian iklim bumi. GPS bisa membantu memetakan perubahan arah badai di samudra-samudra. Contohnya: pada badai el Nino, atau untuk membelokkan arus gelombang panas.

Dengan bantuan ribuan bola apung yang dilengkapi dengan antena GPS yang ikut bergerak dengan gelombang laut.

Posisi hewan
Para peternak biri-biri di Australia, yang memiliki ribuan ternak di wilayah yang sangat luas, terbantu dengan GPS. Mereka bisa mengetahui posisi setiap hewan ternaknya karena dilengkapi pemancar GPS.

Peta-peta wilayah atau atlas bisa diibuat sangat rinci dan cepat. Operasi penyelamatan di wilayah-wilayah terpencil, mustahil bisa sukses tanpa bantuan sistem penunjuk lokasi ini.

Tingkat kesuburan lahan pertanian pun bisa dipaparkan secara rinci. Dengan menancapkan antena sensor GPS di setiap sepuluh meter lahan, petani bisa mengetahui kondisi tanah. Dengan demikian dia bisa tahu pupuk apa yang cocok dan hama apa yang harus diberantas.

Dia juga tahu bersis berapa banyak pestisida yang harus dipakai. Penggunaan pestisida yang tidak berlebihan, berarti ramah lingkungan dan lebih hemat.

Human Error
Sistem ini awalnya hanya ditujukan sebagai navigasi atau penunjuk jalan. Mungkin saja manusia bisa hidup tanpa sistem ini. Bukankah manusia sudah ribuan tahun, hidup tanpa alat ini. Kalau ingin tahu posisi tinggal melihat bintang, itu teorinya dahulu.

Perlu disadari pula bahwa navigasi ini bisa juga membuat kesalahan besar. Bagaimanapun juga ini adalah buatan manusia. Walaupun di setiap kapal dan pesawat dilengkapi dengan GPS, tapi masih membutuhkan petugas navigator.

Hanya ada satu kesimpulan: Dunia tidak mungkin lagi tanpa GPS, kita tidak mau kehilangan.

Untung saja satelit-satelit itu tidak akan jatuh begitu saja. Sekarang sudah disiapkan cadangannya. Eropa dengan sistem Galileo-nya dan kerjasama Rusia dan India menggarap Glonass.

Harapannya, semoga saja Presiden Barack Obama tetap tegas dalam urusan pemeliharaan sistem 'NAVSTAR', nama resmi dari GPS ini. Kalau tidak, dunia bisa kehilangan arah.

Sumber; Radio Netherland

Senin, 06 April 2009

Batere dari Virus

Batere dan virus? Apa hubungannya? Begini, para ilmuwan di Massachusetts Institute of Technology (MIT) telah merekayasa sebuah virus yang dapat membentuk sebuah batere. Jika ini terwujud, berarti teknologi batere yang benar-benar ramah lingkungan (green battery) sudah tiba.

Disebutkan, batere yang terbuat dari virus itu dapat digunakan untuk mendayai perangkat elektronik mungil, seperti ponsel dan MP3 player. Di masa depan, mereka juga akan dapat dipakai untuk memotori mobil. Virus M13 yang dipakai untuk membuat batere ini hanya menginfeksi bakteri, jadi tidak berbahaya untuk manusia.

Penemuan ini merupakan pengembangan dari sebuah riset yang dilakukan tiga tahun lalu ketika tim MIT secara genetika telah membentuk virus-virus yang dapat membangun sebuah anoda dengan cara melapisi dirinya dengan kobalt oksida dan emas dan membangun dirinya sendiri untuk membentuk sebuah nanowire. Batere biasa memiliki dua anoda, satu terminal positif (seringkali dibuat dari kobalt dioksida) dan sebuah terminal negatif (seringkali terbuat dari grafit).

Para peneliti MIT melakukan riset tersebut dan berfokus pada pembangunan sebuah katoda yang dapat dipasangkan dengan anoda. Tugas ini tidak mudah, tetapi pada akhirnya para ilmuwan dapat membuat virus-virus yang melapisi dirinya sendiri dengan besi fosfat, lalu menempel ke carbon nanotubes untuk menciptakan sebuah jaringan dari bahan yang amat konduktif. Elektron-elektron dapat berjalan di sepanjang carbon nanotubes ke jaringan besi fosfat dengan sangat mudah, yang berarti mentransfer energi dalam waktu yang amat singkat.

Dengan menggunakan pengembangan ini, para peneliti telah menciptakan batere berukuran koin. Menurut uji lab, batere ini bisa diisi ulang dan digunakan minimal 100x tanpa mengurangi kapasitasnya. Memang daya tahan siklus pengisiannya masih kalah dibandingkan batere Li-ion, tetapi diharapkan batere ini bisa bertahan lebih lama.

Sumber : www.kompas.com

Kamis, 02 April 2009

Ancaman Bahaya Sampah Luar Angkasa

Sekitar 18.000 pecahan benda langit buatan manusia kini memenuhi kawasan orbiter dekat Bumi. Ancaman bahaya dari sampah luar angkasa semacam itu bagi misi luar angkasa semakin besar.

Era penjelajahan ruang angkasa sudah berumur lebih dari 50 tahun. Konsekuensi logisnya, jumlah sampah benda langit di atmosfir Bumi juga terus bertambah. Berapa banyak sampah luar angkasa ini yang mengorbit atmosfir Bumi tidak diketahui pasti. Taksirannya hingga sekitar 18.000 pecahan benda langit buatan manusia dengan diameter beragam, menjadi sampah di luar angkasa. Akibat penuh sampah, peristiwa kecelakaan benda langit menabrak satelit bukan lagi hal yang luar biasa.

Bahkan pada tanggal 12 maret lalu Stasiun Ruang Angkasa Internasional-ISS nyaris ditabrak sebuah pecahan benda langit yang diameternya hanya 0,8 sentimeter tapi memiliki kecepatan 30.000 km per jam. Menimbang ancaman bahayanya, para astronot yang berada di ISS terpaksa berlindung di kapsul Soyuz, yang dapat segera melakukan manuver melepaskan diri dari ISS jika terjadi bahaya. Menyikapi makin banyaknya sampah di atmosfir Bumi itu, upaya yang kini dilakukan lembaga antariksa berbagai negara dibagi tiga kategori besar, mencegah, mengawasi dan memusnahkannya.

Pemeo lama masih tetap berlaku, mencegah lebih baik daripada mengobati. Mencegah jangan sampai diproduksi terlalu banyak sampah di luar angkasa, lebih baik dan lebih murah ketimbang membersihkannya. Carsten Wiedemann dari Institut untuk Sistem Penerbangan dan Luar Angkasa di Universitas Teknik Braunschweig melontarkan prakiraan suram, jika program peluncuran benda langit ke atmosfir Bumi tetap dilakukan seperti saat ini. Dalam arti meluncurkan dan membiarkan sampah-sampah berukuran kecil berkeliaran di atmofir dekat Bumi. Di masa depan, tidak mungkin lagi meluncurkan wahana ruang angkasa ke kawasan orbiter dekat Bumi itu.

Juga ancaman bahaya tumbukan benda langit yang jatuh ke Bumi semakin besar. Wiedemann menjelaskan lebih lanjut : “Bagi kawasan orbit dekat Bumi, dimana konsentrasi sampah luar angkasa amat padat, dan juga kemungkinan tabrakan sangat tinggi, kami menyarankan agar dilakukan upaya pencegahan. Pencegahan ledakan yang tidak diinginkan, dapat dilakukan dengan cara pasif. Dalam arti, potensi sumber letusan, seperti sisa bahan bakar atau baterai, dibuang dan dikosongkan muatan listriknya. Dengan begitu, tidak ada lagi sumber energi yang tersisa setelah berakhirnya aktivitas satelit.“

Ledakan tidak diinginkan pada roket peluncur yang tertinggal di luar angkasa, merupakan kasus paling banyak yang memproduksi sampah berukuran kecil dalam jumlah cukup banyak di luar angkasa. Sampah lainnya adalah sisa bahan bakar padat, limbah cair yang membeku serta pecahan satelit. Seberapa besar volume sampah di luar angkasa itu, tidak ada yang tahu persis. Sebab perangkat radar di Bumi hanya bisa mendeteksi sampah benda langit yang ukurannya minimal sebesar bola sepak.
Sumber:Deutsche Welle

Selasa, 18 November 2008

Cara Kerja Otak Kita!

Coba anda perhatikan gambar diatas dan ikuti instruksi ini:
Fokuskan pandangan anda pada bulatan warna pink yang berkedip dan ikuti perputarannya. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah mata anda akan menangkap perputaran dari bulatan warna pink itu searah jarum jam.

Nah sekarang coba anda jangan menatap langsung ke bulatan pink yang berkedip itu tapi coba fokuskan mata anda pada tanda + ditengah lingkaran!
Apa yang terjadi?
Sekarang mata anda tidak lagi melihat bulatan pink yang berkedip itu berwarna pink melainkan berwarna hijau!!!

nah dari kenyataan itu kita mendapatkan suatu pelajaran berharga bahwasanya apabila kita mempunyai suatu masalah, misalnya, dan kita terus aja fokus kepada masalah itu, maka yang akan terjadi adalah bahwa masalah itu akan tetap nampak sebagai masalah bagi kita. Namun apabila kita menghindar dari memfokuskan hidup kita pada masalah yang ada dan berupaya fokus kepada hal-hal lain yang bersifat positif, maka yang akan terjadi adalah masalah anda itu tidak akan nampak lagi sebagai suatu masalah bagi kita, karena demikianlah cara kerja otak kita didalam menangkap sinyal yang dikirimkan oleh indera kita.